May 24, 2009

Menikmati Hidup, Bukan Mengejar Kenikmatan


Kebahagiaan itu laksana seekor kupu-kupu, ujar seorang bijak. Kejarlah maka ia akan lari darimu. Duduklah dengan tenang maka ia akan hinggap di pundakmu. Inilah analogi yang sederhana namun begitu indah mengenai kebahagiaan. Duduk dengan tenang adalah gambaran terbaik menikmati hidup. Bukankah keindahan itu terbentang luas di dalam diri kita? Bukankah sumber kebahagiaan terletak dalam relung-relung hati kita yang terdalam?

Allah menciptakan segalanya untuk kita nikmati, tetapi sayangnya hal itu sering luput dari pengamatan kita. Ini disebabkan keyakinan bahwa sumber kebahagiaan itu ada di luar sana, sehingga kita mengejarnya seperti mengejar kupu-kupu. Kita menyangka bahwa harta yang banyak akan membuat kita bahagia. Kita memburu kenikmatan dari pemilikan benda-benda, jabatan, seks, serta kenikmatan indrawi. Namun ironisnya semakin banyak kita mendapatkannya, semakin berkuranglah kepuasan kita dan semakin besarlah keinginan kita untuk mendapatkan lebih dan lebih lagi. Batas kepuasan kita adalah langit, yang berarti bahwa kita tidak pernah menikmati kepuasan dan kenikmatan hidup.

Lantas bagaimana cara menikmati hidup yang indah? Saya akan berbagi dua tips yang mudah untuk Anda terapkan. Pertama, Anda dapat memulainya dengan duduk diam dan tenang, lalu mulai melihat, dan memperhatikan. Bukalah mata dan telinga Anda seluas-luasnya, dan perhatikan segala sesuatu di sekitar Anda. Tanyakan pada diri Anda sendiri, apa yang saat ini sudah Anda miliki? Teruskan pengamatan Anda dan Anda akan menemukan begitu banyak hal yang selama ini tak pernah Anda lihat dan pikirkan. Kita sering menganggap segala sesuatu itu ada begitu saja [taken for granted]. Padahal bahkan tak ada satu helaan nafas pun yang bisa terjadi begitu saja tanpa campur tangan Allah. Nah, kalau Anda terus menghitung-hitung nikmat itu, Anda akan menemukan bahwa selalu saja ada hal yang luput dari pengamatan Anda. Bahkan kalau air samudera kita jadikan sebagai tintanya kita tak akan pernah dapat menuliskan nikmat-nikmat tersebut secara lengkap.

Friday Readers yang budiman, kita seringkali ‘kikir’ dalam bersyukur. Kita hanya mensyukuri
hal-hal yang kita anggap besar, kejadian istimewa, dan hal-hal yang luar biasa. Padahal ada banyak sekali ‘hal-hal kecil’ yang disediakan Tuhan yang sebetulnya sangat luar biasa. Bukankah jantung kita tak pernah berhenti berdenyut sekejappun? Bukankah setiap detik kita menikmati helaan nafas yang dalam dan indah? Bukankah mata kita dapat menyaksikan jutaan bentuk yang luar biasa indah? Bukankah telinga kita dapat membedakan berbagai jenis suara yang berbeda?

Kelemahan kita adalah karena kita sering meng-under value apa yang kita miliki. Coba saja dari skala 1 [sangat buruk] sampai 5 [sangat baik], berapakah nilai yang Anda berikan untuk pekerjaan, atasan, rekan kerja, pasangan dan anak-anak Anda? Katakanlah Anda memberikan nilai 3 yang artinya cukup. Namun tahukah Anda bahwa nilai yang Anda berikan tadi sesungguhnya bukanlah nilai yang sebenarnya?

Nilai mereka yang sesungguhnya pastilah lebih dari itu dan baru akan terasa ketika kita kehilangan mereka. Ketika kehilangan sesuatu, mata kita baru akan terbuka lebar dan memahami betapa pentingnya hal tersebut bagi kita.

Karena itu inilah tips kedua yang juga bisa Anda terapkan: Bayangkan segala sesuatunya tidak ada. Bayangkan bahwa orangtua, pasangan, anak, atasan, rekan kerja, dan semua kenikmatan yang Anda miliki sekarang ini tidak ada lagi. Resapilah skenario ini seakanakan hal ini benar-benar nyata. Karena bukankah suatu ketika kita memang benar-benar akan kehilangan segalanya? Menghayati skenario ini pasti membuat Anda tersentuh dan menangis dalam kebahagiaan dan keharuan yang luar biasa. Allah Maha Besar. Dia begitu menyayangi kita dengan memberikan segala sesuatunya untuk kita nikmati. « []

Oleh Arvan Pradiansyah
Penulis Best Seller Buku The 7 Laws of Happiness, & Host Talkshow “Smart Happiness” di Smart FM Network - www.ilm.co.id

Sumber: Alif Magazine

1 comment:

herusutomo said...

Alloh Memang maha besar